Hate speech adalah komunikasi yang merugikan seseorang atau kelompok dengan karakteristik yang berbeda, biasanya perkara hate speech menimbulkan diskriminasi, kekerasan, penghilangan nyawa dan atau konflik sosial yang meluas. Dalam keadaan ini hate speech sering kali digunakan para mahasiswa untuk mengkritik suatu kebijakan yang tidak pro rakyat. Contoh bentuk lain dari hate speech yaitu penghinaan, pencemaran nama baik, penistaan, perbuatan tidak menyenangkan, memprovokasi, menghasut, berbohong dll.
Tanggal 8 Oktober 2015 Jenderal Badrodin Haiti mengirimkan Surat Edaran (SE) ke Kepala Satuan Wilayah (Kasatwil) seluruh Indonesia. SE dengan Nomor SE/06/X/2015 tersebut berisi soal penanganan ujaran kebencian atau hate speech. Polri akan menindak lanjuti kepada setiap orang yang melakukan hate speech karena hal tersebut sangat merugikan orang lain.
Adapun, prosedur polisi dalam menangani perkara yang didasari pada hate speech agar tidak menimbulkan diskriminasi, kekerasan, penghilangan nyawa dan atau konflik sosial yang meluas.
Pertama, setiap personel Polri diharapkan mempunyai pemahaman dan pengetahuan mengenai bentuk-bentuk kebencian.
Kedua, personel Polri diharapkan lebih responsif atau peka terhadap gejala-gejala di masyarakat yang berpotensi menimbulkan tindak pidana.
Ketiga, setiap personel Polri melakukan kegiatan analisis atau kajian terhadap situasi dan kondisi di lingkungannya. Terutama yang berkaitan dengan perbuatan ujaran kebencian.
Keempat, setiap personel Polri melaporkan ke pimpinan masing-masing terhadap situasi dan kondisi di lingkungannya, terutama yang berkaitan dengan perbuatan ujaran kebencian. Apabila ditemukan perbuatan yang berpotensi mengarah ke tindak pidana ujaran kebencian, maka setiap anggota Polri wajib melakukan tindakan, antara lain:
- Memonitor dan mendeteksi sedini mungkin timbulnya benih pertikaian di masyarakat,
- Melakukan pendekatan pada pihak yang diduga melakukan ujaran kebencian,
- Mempertemukan pihak yang diduga melakukan ujaran kebencian dengan korban ujaran kebencian,
- Mencari solusi perdamaian antara pihak-pihak yang bertikai dan memberikan pemahaman mengenai dampak yang akan timbul dari ujaran kebencian di masyarakat; Jika tindakan preventif sudah dilakukan namun tidak menyelesaikan masalah, maka penyelesaiannya dapat dilakukan melalui upaya penegakan hukum sesuai dengan:
- KUHP,
- UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik,
- UU Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis,
- UU Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial, dan
- Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2013 tentang Teknis Penanganan Konflik Sosial.
Surat Edaran yang dikeluarkan polri tersebut tentunya banyak menuai pro dan kontra dari masyarakat, media juga khawatir kebebasan pers akan dibatasi bahkan sampai dibungkam. Namun kapolri mengatakan bahwa media tidak perlu khawatir karena kebijakan hate speech tidak berlaku bagi media.
Menurut pandangan saya sebagai mahasiswa kebijakan hate speech tersebut berarti akan menjerat seluruh aktivis organisasi Mahasiswa atau buruh yang seringkali mengkritik kebijakan pemerintah yang tidak pro terhadap rakyat. Tentunya saya tidak setuju dengan SE tersebut, masyarakat ditekan untuk mentaati hukum sepenuhnya dan membatasi untuk menyampaikan aspirasi, bagaimana dampak kedepannya bagi Negara ini? Apakah tidak boleh mengkritisi koruptor? Bagaimana tidak kita sering hate speech kalau Negara ini berisi koruptor dan orang-orang yang merugikan Negara. Seharusnya kebijakan ini lebih utama ditujukan kepada pemerintah. Jika pemerintahan baik tentunya masyarakat juga tidak melakukan hate speech. Secara tidak sadar kebijakan ini membungkam pers dan menguntungkan pemerintah bukan?. Sayapun sebagai mahasiswa juga akan mengkritik kebijakan pemerintah yang tidak sesuai dan merugikan masyarakat. Hmmmm baiklah itu pendapat dari saya, kita tunggu apakah kebijkan tersebut berdampak baik untuk kedepannya :D, mohon maaf jika ada tutur kata atau penulisan yang salah yaa!!!! Wassalamualiakum wr wb.
Tanggal 8 Oktober 2015 Jenderal Badrodin Haiti mengirimkan Surat Edaran (SE) ke Kepala Satuan Wilayah (Kasatwil) seluruh Indonesia. SE dengan Nomor SE/06/X/2015 tersebut berisi soal penanganan ujaran kebencian atau hate speech. Polri akan menindak lanjuti kepada setiap orang yang melakukan hate speech karena hal tersebut sangat merugikan orang lain.
Adapun, prosedur polisi dalam menangani perkara yang didasari pada hate speech agar tidak menimbulkan diskriminasi, kekerasan, penghilangan nyawa dan atau konflik sosial yang meluas.
Pertama, setiap personel Polri diharapkan mempunyai pemahaman dan pengetahuan mengenai bentuk-bentuk kebencian.
Kedua, personel Polri diharapkan lebih responsif atau peka terhadap gejala-gejala di masyarakat yang berpotensi menimbulkan tindak pidana.
Ketiga, setiap personel Polri melakukan kegiatan analisis atau kajian terhadap situasi dan kondisi di lingkungannya. Terutama yang berkaitan dengan perbuatan ujaran kebencian.
Keempat, setiap personel Polri melaporkan ke pimpinan masing-masing terhadap situasi dan kondisi di lingkungannya, terutama yang berkaitan dengan perbuatan ujaran kebencian. Apabila ditemukan perbuatan yang berpotensi mengarah ke tindak pidana ujaran kebencian, maka setiap anggota Polri wajib melakukan tindakan, antara lain:
- Memonitor dan mendeteksi sedini mungkin timbulnya benih pertikaian di masyarakat,
- Melakukan pendekatan pada pihak yang diduga melakukan ujaran kebencian,
- Mempertemukan pihak yang diduga melakukan ujaran kebencian dengan korban ujaran kebencian,
- Mencari solusi perdamaian antara pihak-pihak yang bertikai dan memberikan pemahaman mengenai dampak yang akan timbul dari ujaran kebencian di masyarakat; Jika tindakan preventif sudah dilakukan namun tidak menyelesaikan masalah, maka penyelesaiannya dapat dilakukan melalui upaya penegakan hukum sesuai dengan:
- KUHP,
- UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik,
- UU Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis,
- UU Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial, dan
- Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2013 tentang Teknis Penanganan Konflik Sosial.
Surat Edaran yang dikeluarkan polri tersebut tentunya banyak menuai pro dan kontra dari masyarakat, media juga khawatir kebebasan pers akan dibatasi bahkan sampai dibungkam. Namun kapolri mengatakan bahwa media tidak perlu khawatir karena kebijakan hate speech tidak berlaku bagi media.
Menurut pandangan saya sebagai mahasiswa kebijakan hate speech tersebut berarti akan menjerat seluruh aktivis organisasi Mahasiswa atau buruh yang seringkali mengkritik kebijakan pemerintah yang tidak pro terhadap rakyat. Tentunya saya tidak setuju dengan SE tersebut, masyarakat ditekan untuk mentaati hukum sepenuhnya dan membatasi untuk menyampaikan aspirasi, bagaimana dampak kedepannya bagi Negara ini? Apakah tidak boleh mengkritisi koruptor? Bagaimana tidak kita sering hate speech kalau Negara ini berisi koruptor dan orang-orang yang merugikan Negara. Seharusnya kebijakan ini lebih utama ditujukan kepada pemerintah. Jika pemerintahan baik tentunya masyarakat juga tidak melakukan hate speech. Secara tidak sadar kebijakan ini membungkam pers dan menguntungkan pemerintah bukan?. Sayapun sebagai mahasiswa juga akan mengkritik kebijakan pemerintah yang tidak sesuai dan merugikan masyarakat. Hmmmm baiklah itu pendapat dari saya, kita tunggu apakah kebijkan tersebut berdampak baik untuk kedepannya :D, mohon maaf jika ada tutur kata atau penulisan yang salah yaa!!!! Wassalamualiakum wr wb.
0 komentar:
Posting Komentar